Indah Pada Waktunya

Senin, 26 Agustus 2013

Kuncinya Adalah Disiplin


Upaya Indonesia merebut kembali kejayaan bulutangkis yang telah lama hilang menunjukkan hasil cerah, berkat disiplin yang diterapkan pelatih dan dipatuhi pemain.

Liliyana Natsir dan Tontowi Ahmad, pasangan ganda campuran Indonesia, misalnya, tahun ini merebut gelar juara dunia setelah mengalahkan pasangan terkuat Xu Chen dan Ma Jin di Guangzhou, Cina, pada 11 Agustus 2013 melalui pertarungan penuh drama 21-13, 16-21, 22-20.

Bagi Butet — panggilan akrab Liliyana — ini adalah gelar juara yang ketiga. Pemain kelahiran Manado, 9 September 1985 ini sebelumnya meraih gelar juara pada tahun 2005 dan 2007 saat masih berpasangan dengan Nova Widianto (ketika ajang bergengsi ini masih diselenggarakan dua tahun sekali).

Liliyana kini adalah bagian penting sejarah bulutangkis Indonesia. Dia merupakan pemain putri ganda campuran yang pertama menjadi juara dunia tiga kali (sedangkan pemain putra ganda campuran yang menorehkan catatan serupa adalah Park Joo Bong, pemain legendaris asal Korea).

Sejak menggenggam gelar juara All England 2013, Liliyana memang bertekad meraih gelar juara dunia sejak awal. Dan semesta pun seperti mendukungnya. Bukan mustahil bila dia dapat membawa pulang medali emas Olimpiade 2016 di Rio de Janeiro, Brasil.

Tetapi bagaimanapun, prestasi Liliyana amat bergantung pada lingkungan. Seperti Anda bisa lihat, dari 2007 ke 2013, Liliyana harus menanti enam tahun untuk bisa merasakan kembali gelar juara dunia. Tentu jangka waktu yang tidak sebentar. 

Di bawah asuhan tangan dingin pelatih ganda campuran Richard Mainaky, Liliyana kembali melambung. 

Richard Mainaky dikenal sebagai salah seorang pelatih Pelatnas Cipayung yang kawakan. Richard memahami bahwa dalam beberapa tahun belakangan, sektor ganda campuran atau ganda putra mendapat beban ekstra guna menyelamatkan Indonesia dari jurang kekalahan, dan dia tidak mau mengecewakan.

Tahun lalu di Olimpiade 2012, anak-anak asuh Richard memang tak bisa mewujudkan harapan membawa pulang medali. Tapi dia tak mau lama-lama meratapi nasib. Hasilnya, sepanjang tahun 2013, ada empat gelar bergengsi yang berada di tangan Tontowi/Liliyana. 

Kuncinya hanya satu: disiplin.

Richard memiliki aturan main yang cukup ketat terkait jadwal latihan. Dia menekankan agar hari latihan digunakan sepenuhnya untuk berlatih pada pagi dan sore hari. Saat jeda istirahat, ayah satu anak ini selalu memastikan para pemain tetap berada di pusat pelatihan. 

Meski sederhana, pengaturan waktu semacam ini terbukti penting dalam menjaga kondisi fisik atlet.

Disiplin yang diterapkan Richard juga diperkokoh saudaranya, Rexy Mainaky, yang kini menjabat sebagai Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PBSI. Rexy kerap meminta para pemain agar tidak banyak menghabiskan waktu di pusat perbelanjaan saat sedang bertanding di luar kota atau luar negeri.

Di kepengurusan PBSI sebelumnya, disiplin seperti ini sulit ditegakkan. Richard mengatakan, dulu tidak jarang ada atlet yang memanfaatkan waktu istirahat siang (atau di malam hari) untuk meninggalkan Cipayung.

Disiplin ketat yang diterapkan Richard dan Rexy, dan dipatuhi pemain, telah berbuah manis. Ganda campuran terbukti dapat mempertahankan prestasi dan bahkan memacu diri dalam mencapai hasil terbaik. 

Selanjutnya, kita tunggu gebrakan dari pemain ganda campuran lainnya agar prestasi ini tidak berhenti di Tontowi dan Liliyana saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar