Indah Pada Waktunya

Rabu, 21 Mei 2014

Luhut Tanggapi Enteng Komentar Akbar Tandjung

Luhut Tanggapi Enteng Komentar Akbar Tandjung
Mantan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Luhut Binsar Pajaitan saat berbicang dengan Tribunnews.com di kediamannya kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (21/5/2014). TRIBUNNEWS/DOMU D AMBARITA



TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tandjung termasuk orang yang mempertanyakan Luhut.

"Sebenarnya, kan Rapimnas sudah memutuskan hak dan kewenangan penuh kepada Ketua Umum Saudara Aburizal Bakrie untuk menjadi calon presiden, atau calon wakil presiden, atau menjalin koalisi. Karena itulah memutuskan berkoalisi dengan Gerindra. Kalau ada kader yang tidak setuju, semestinya bisa mendatangi ketua umum dan tanyakan baik-baik," ujar Akbar, mantan Ketua Umum Partai Golkar.

Dia pun meminta Luhut mundur saja dari jabatannya jika memiliki sikap berbeda dari partai. "Posisi dia (Luhut) tidak bisa dipisahkan sebagai Wakil Ketua Dewan Pertimbangan. kalau Wakil Ketua Pertimbangan saja begini, bagaimana kader di bawah. Atau sekalian dia minta mundur, sehingga tidak terikat lagi," ujar Akbar sembari mempertanyakan dedikasi, dan loyalitas Luhut.

Mengomentarari pernyataan Akbar, Luhut mengatakan, sebaiknya Akbar tidak perlu mengajarinya dalam hal urusan loyalitas.

"Senin lalu, saya sudah sampaikan kepada ketua umum. Saya pamit dan sampaikan sikap politik saka mendukung Jokowi - Kalla. Jadi saya tidak membelot, sebab sudah seizin ketua umum," ujar penerima Adimakayasa (lulusan terbaik) di antara lulusan Akmil 1970 itu.

Penyebab utama yang mendorong Luhut berbeda sikap dari Partai Demokrat karena alasan etika berpolitik. "Saya tidak setuju politik transaksional. Hal lebih penting, jangan sampai berperilaku tidak baik. Jangan berpura-pura di depan baik, padahal di belakang negosiasi kekuasaan atau jabatan. Saya  sebagai perwira mau mengajarkan kepada yang muda-muda tentang sikap berpolitik yang tidak semata-mata transaksional," ujar Luhut.

Luhut pun mengaku sudah mengundurkan diri dari jabatan di Partai Golkar. "Saya mundur dari Wakil Ketua Dewan Pertimbangan, lebih pada pertimbangan supaya tidak terjadi perpecahan. Saya sudah pamit ke ABR, Senin lalu. Saya sudah sampaikan surat. Saya fair," kata Luhut, mantan Duta Besar RI untuk Singapura. Luhut menjelma menjadi jenderal konglomerat dengan induk perusahaan Toba Sejahtera.
Luhut mengatakan, perbedaan pilihan politik tak membuat hubungannya dengan Ical menjadi buruk. Luhut dan Ical tetap menjalin hubungan baik. Luhut tidak ingin terjadi perpecahan gara-gara perbedaan pilihan politik.

Luhut juga tetap mendukung kepemimpinan Golkar. Menurutnya, ada beberapa orang Golkar mengajaknya menggulingkang Ical.

"Tapi saya tidak mau. Saya tidak setuju. Itu tidak baik, biarlah kepemimpinan partai berakhir pada waktunya," ujarnya.
Kenal Jokowi 6 tahun

Disinggung mengenai alasan tidak mendukung Prabowo, teman satu korsa, sama-sama prajurit Komando Pasukan Khusus TNI AD, luhut menjawab diplomatis.
"Saya tahu banyak tentang Prabowo, sebab saat saya Mayor dia bawahan saya, ketika itu pangkatnya masih kapten. Tapi tidak etis saya buka, silakan saja baca buku karangan Sintong Panjaitan," katanya.
Adapun mengenai calon presiden Joko Widodo, menurut dia, mereka sudah saling kenal sejak 6 tahun silam. Ketika itu, Jokowi masih menjawab Wali Kota Solo, sedangkan Luhut seorang pengusaha, pemilik Toba Sejahtera.

Salah satu bidang usahanya adalah hak penguasaan hutan jati. Kala itu, ia menugasi Direktur Utama Bambang Priambodo untuk mencarikan pengusaha funitur yang bersedia menampung kayu produksi PT Toba Sejahtera agar tidak dijual dalam kayu gelondongan, bahan mentah, melainkan dala rupa produk jadi.
Oleh Bambang, Luhut ditawari seorang pengusaha furnitur di Solo, yakni Jokowi selaku pemilik PT Rakabu. Di antara keduanya cepat terjalin kesepakatan, sehingga berlanjut pada kerja sama patungan mendirikan perusahaan PT Rakabu Sejahtera.

"Jadi saya sudah enam tahun mengenal pak Jokowi. Dan sejak mengenal itu, saya semakin tahu, orang ini jujur, dan sederhana. Dia orang hebat, bisa dilihat sejak dari Wali Kota hingga Gubernur," kata Luhut.
Jokowi menurutnya bukan tipe seorang yang yang mudah didikte. "Jokowi kalau dianggap capres boneka, itu tidak betul. Dia cerdas, jangan underestimate, dia tegas, walaupun dengan santun. Bagaimana dia bisa bekerja sama dengan Rudi (FX Hadi Rudiatmo) waktu wali kota di Solo, dan Ahok yang duanya sama-sama keras, tapi bisa bekerja sama," katanya.

Menurut Luhut, munculnya nama Jokowi menjadi calon gubernur DKI maupun sebagai calon presiden, semuanya terjadi secara alami.
Menjelang pemilihan Gubernur DKI tahun 2012, Luhut ditelepon pengusaha Sofjan Wanandi. Luhut diajak bertukar pikiran mengenai kemungkinan mendorong Jokowi maju sebagai calon gubernur DKI.
Pada waktu yang berdekatan, Jokowi menelepon Luhut untuk curhat tentang peluangnya maju sebagai calon gubernur DKI.

Berikutnya, Luhut dan beberapa tokoh menilai, sudah saatnya politik transaksional disudahi lewat momentum Pemilu 2014. Mereka pun menilai Jokowi adalah orang yang tepat untuk membawa perubahan itu.
"Saya dan orang-orang seangkatan saya yang masih punya idealisme merasa sudah saatnya politik transaksional diakhiri," katanya.

Jokowi juga mengakui kedekatannya dengan Luhut. Ia bahkan mengaku banyak mendapatkan dukungan dari Luhut Panjaitan.

"Sejak awal Pak Luhut banyak membantu kami, dalam mengorganisasi relawan dan organisasi tim, sebelum tim ini terbentuk. Dari awal, sejak deklarasi," ujar Jokowi seusai menghadiri Rakornas V Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID)  di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Rabu (21/5/2014).
Jokowi juga mengatakan Luhut selalu memberikan dukungan kepadanya. Bahkan, Luhut pernah menyampaikan prediksi bahwa dirinya dan Jusuf Kalla memiliki kans besar untuk menang Pilpres.  (Tribun/amb/yog/nic)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar